Ruang publik lagi-lagi disuguhi dagelan konyol di panggung pengadilan. Saksi dan terdakwa kasus korupsi kerap dengan enteng melontarkan jurus tidak tahu, tidak ingat, tidak kenal, dan lupa untuk menghindar dari jeratan hukum.
Kiat berkelit seperti itu juga diperlihatkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar kala bersaksi dalam sidang kasus suap di Kemenakertrans di Pengadilan Tipikor Jakarta, dengan terdakwa Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisnaya, Senin (20/2).
Dadong dan Nyoman, dua pejabat di Kemenakertrans, tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Agustus silam karena menerima uang suap Rp1,5 miliar dari kuasa perusahaan PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, terkait dengan proyek dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi.
Dharnawati sendiri sudah divonis dua tahun enam bulan oleh KPK pada Januari lalu.
Dalam kesaksiannya, Muhaimin tidak jarang melontarkan kata tidak tahu dan lupa. Jurus yang sama juga digunakan Menpora Andi Mallarangeng saat menjadi saksi dalam kasus suap Wisma Atlet dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin, kemarin.
Trik tidak tahu dan lupa memang bukan monopoli Muhaimin dan Andi Mallarangeng. Banyak pejabat dan politikus juga memakainya di panggung pengadilan. Tidak mengherankan jika di ruang pengadilan acap kali terdengar frasa 'tidak tahu, Yang Mulia', 'tidak ingat, Yang Mulia', atau 'lupa, Yang Mulia'.
Meminjam bahasa gaul anak sekarang, lupa dan tidak ingat dapat dibaca sebagai eror yang diidap seseorang. Ada yang erornya total permanen terhadap segala perkara alias gila, ada yang erornya parsial alias hanya untuk kasus tertentu, dan ada pula yang erornya temporer alias pura-pura.
Celakanya, mereka yang eror itu--apa pun klasifikasinya--masih saja dipertahankan untuk memegang jabatan-jabatan publik. Jadi, sesungguhnya eror itu tidak cuma menghinggapi individu, tapi juga sudah merambah institusi, bahkan sistemis.
Boleh jadi, bangsa ini tergolong bangsa yang sakit karena banyak jabatan publik diisi mereka yang eror.
Apa pun alasannya, orang-orang eror itu jelas tidak pantas dan tidak layak menduduki posisi-posisi strategis. Jurus tidak ingat dan lupa di panggung pengadilan itu haruslah dipandang bahwa daya ingat mereka tidak memenuhi standar untuk tetap menjadi penyelenggara negara.
Adalah petaka mengerikan jika yang mulia jaksa, yang mulia pengacara, dan yang mulia hakim ikut terbawa oleh arus pusaran eror yang sengaja menciptakan amnesia hukum.
0 comments:
Post a Comment