Keinginan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 1 April 2012 kandas sudah. Kandas kendati pemerintah mengantongi lampu hijau penaikan harga BBM bersubsidi.
Lampu hijau itu ialah hasil Rapat Paripurna DPR yang berlangsung hingga Sabtu (31/3) dini hari. Intinya, pemerintah hanya bisa menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan syarat apabila selama enam bulan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) naik atau turun 15% ketimbang asumsi harga minyak yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012.
Asumsi harga minyak yang dipatok dalam APBN-P ialah US$105 per barel. Dengan demikian, untuk bisa menaikkan harga BBM subsidi, harga rata-rata ICP harus bertahan di kisaran atau melampaui US$120,75 per barel selama enam bulan berjalan.
Rata-rata ICP selama enam bulan terakhir baru naik 10,95% atau US$116,5. Itu berarti penaikan harga BBM bersubsidi belum bisa dilakukan dalam waktu dekat.
Proses pengambilan keputusan soal kebijakan harga BBM bersubsidi di DPR memang alot. Ingar-bingar panggung politik di DPR berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di masyarakat.
Berlarut-larutnya proses pengambilan keputusan soal harga BBM bersubsidi telah melambungkan harga kebutuhan pokok di pasar.
Pedagang sudah mengambil ancang-ancang untuk menyambut harga baru BBM bersubsidi dengan lebih dulu menaikkan harga jual barang mereka.
Pemerintah kalah sigap. Batalnya penaikan harga BBM bersubsidi pada 1 April tidak serta-merta menurunkan harga barang yang sudah telanjur naik di pasar. Akibatnya, rakyat juga yang harus membayar mahal molor-mungkret-nya pembahasan soal BBM bersubsidi.
Pemerintah sepertinya tidak mau belajar dari pengalaman bahwa penaikan harga BBM bersubsidi, selamanya, akan mendapat tentangan keras. Hal itu disebabkan penaikan harga BBM bersubsidi selalu berbanding lurus dengan penaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat.
Celakanya, pemerintah belum punya jurus jitu untuk mengisolasi terkereknya harga bahan pokok tersebut. Padahal, merupakan fakta, harga minyak dunia cenderung akan terus meningkat.
Bertambah celaka karena kebijakan mengembangkan energi alternatif seperti jalan di tempat. Demikian pula kebijakan mengembangkan moda transportasi massal.
Patut diingat, terus meningkatnya anggaran negara untuk menyubsidi BBM bukan semata-mata dipicu terus naiknya harga minyak dunia, melainkan juga naiknya populasi dan konsumsi kendaraan bermotor di dalam negeri.
Untuk itu, walau keinginan menaikkan harga BBM bersubsidi pada 1 April sudah kandas, cita-cita mengembangkan sistem transportasi massal dan energi alternatif jangan ikut karam.
Segeralah realisasikan apa yang sudah diwacanakan selama bertahun-tahun itu sehingga kebijakan BBM bersubsidi tidak lagi jadi bulan-bulanan politik.
0 comments:
Post a Comment