Bila ingin menangkap maling, Anda harus hadir bagaikan maling. Datang tak terduga, seperti pencuri di tengah malam. Momentum, karena itu, menjadi amat penting.
Kemarin, sekitar pukul 10.00 WIB, para petinggi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan sidak ke Rumah Tahanan Salemba. Menteri Amir Syamsuddin, Wakil Menteri Denny Indrayana, Dirjen Pemasyarakatan Sihabudin, Kepala LP Slamet Prihantoro, sejumlah wartawan, dan beberapa pejabat lain menemani rombongan.
Syaripudin Neta yang menyulut kehebohan lewat video kehidupan di Rutan Salemba yang dibuatnya saat menghuni lembaga itu selama empat bulan pada 2008 diundang juga, tetapi terlambat datang. Dia kemudian mengaku sempat dimarahi Amir Syamsuddin karena videonya berbau fitnah. Syaripudin juga sempat dimarahi Panda Nababan, terpidana kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Syaripudin melalui videonya bercerita tentang kehidupan di Rutan Salemba yang keras dan diskriminatif antara napi berduit yang bisa memperoleh segalanya dan napi miskin yang amat sengsara. Duit berperan sangat besar dalam membeli kemewahan dan kenikmatan di sana, refleksi praktik korupsi yang marak di lembaga itu.
Kehadiran rombongan yang relatif lengkap dan besar ke objek yang sedang disorot, membawa rombongan wartawan, tidak pantas disebut inspeksi mendadak. Dia sudah kehilangan sifat mendasar dari dadakan itu sendiri.
Lalu, kehadiran menteri dan wakil menteri secara bersama di tempat yang sama untuk urusan yang sama juga berlebihan. Amir dan Denny seharusnya bisa berbagi tugas.
Karena itu, sidak yang tidak mendadak dan dilakukan kurang dari 2 jam di rutan yang telah mempraktikkan penyimpangan bertahun-tahun tidak bisa menjadi kesimpulan bahwa tidak terjadi apa-apa di sana. Publik, tanpa menonton video Syaripudin, tahu bahwa praktik korupsi dan pungli masih marak sampai hari ini.
Mengapa Kemenkum dan HAM sangat defensif bila menyangkut praktik tidak terpuji di rumah tahanan dan penjara-penjara? Seorang Syaripudin seharusnya tidak dijadikan musuh, tapi sahabat untuk pembenahan penyakit kronis di penjara dan rutan di seluruh Indonesia.
Wajah penjara dan rutan masih sangat buram. Setiap saat bisa ditemukan napi menjadikan penjara sebagai surga pengendalian bisnis narkoba. Itu terjadi karena ada kooptasi dahsyat dengan petugas.
Semua tahu bahwa di penjara terjadi jual beli kenikmatan. Pejabat dan pemegang otoritas tahu penyebabnya, tetapi selalu buntu dalam solusi.
Untuk mengukur tingkat kedisiplinan sebuah masyarakat, lihat di jalan raya. Untuk mengukur kadar korupsi sebuah bangsa, tengoklah penjaranya.
Bangsa yang cerdas melakukan kesalahan baru setiap saat. Bangsa yang tolol melakukan kesalahan yang itu-itu saja dari waktu ke waktu. Penjara kita menampilkan kesalahan yang mana?
0 comments:
Post a Comment