Tidak Tahu ala Muhaimin


Badai korupsi sedang menerpa Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dua pejabat kementerian itu diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga terlibat suap bersama seorang pengusaha. Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka. 

Dari penelusuran KPK terkuak informasi bahwa muara dari uang suap senilai Rp1,5 miliar yang disita sesungguhnya ialah sang Menteri Muhaimin Iskandar. Pengusaha Dharnawati menyebut sejumlah nama staf khusus Muhaimin yang aktif bertindak selaku makelar mengutip fee proyek. 

Namun, Muhaimin membantah keras. Tidak kenal dan tidak tahu ialah jawaban yang diberikan kepada publik. Bahkan Muhaimin juga tidak kenal dua pejabat bawahannya. 
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu juga berargumentasi bahwa dana pembangunan proyek transmigrasi di Papua itu tidak masuk ke kementeriannya, tetapi berada di daerah. Di pusat dana itu berada di Kementerian Keuangan. 

Terdapat sejumlah pertanyaan yang mengejutkan terhadap jawaban-jawaban Muhaimin. Sebagai pemimpin tertinggi, tidak patut Muhaimin mengatakan tidak kenal dua pejabat bawahannya. Apalagi tidak kenal diartikan tidak bertanggung jawab atas kesalahan anak buahnya. 

Proyek transmigrasi di Papua memang berada di kabupaten. Uangnya juga ada di sana. Tetapi adalah tidak patut Muhaimin mengatakan uang proyek transmigrasi yang di daerah itu tidak memiliki keterkaitan dengannya. Mengapa? Karena otoritas yang melekat pada seorang menteri tidak semata pada soal uang, tetapi termasuk pula kewenangan lain. 

Seorang menteri wajib tahu proyek-proyek di daerah yang berada di bawah kementeriannya. Uang memang di rekening pemda, tetapi Kemenakertrans di Jakarta ialah lembaga tertinggi yang bertanggung jawab terhadap penggunaan anggaran. 

Tertangkapnya pejabat Kemenakertrans dengan uang sitaan Rp1,5 miliar sekaligus membantah argumen Muhaimin, yaitu uang tidak mengenal wilayah dan jarak. Di negara yang pejabatnya korup, uang mengalir ke atas. 

Indikasi keterlibatan orang-orang dekat Muhaimin, baik di partai maupun di kementerian, semakin mementahkan argumen Muhaimin. Jangan sampai argumen tidak tahu dan tidak kenal adalah argumen hukum bukan argumen substantif. Ingat, polisi sampai sekarang kesulitan menjerat Andi Nurpati dalam kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi hanya karena Nurpati konsisten menjawab tidak tahu, tidak kenal, dan lupa. 

Badai korupsi yang kini menggilir ke kementerian Muhaimin mempertegas sebuah bencana yang bersumbu pada tiga pilar utama negara kita; birokrasi (eksekutif), DPR (legislatif), dan penegak hukum (yudikatif). Tiga pilar ini telah menjalin persekongkolan yang menyuburkan korupsi. 

Keterlibatan staf khusus ataupun tim asistensi menteri sebagai makelar proyek atas nama menteri mengingatkan negara untuk meninjau ulang kebijakan staf khusus yang bertebaran di hampir semua kementerian. 

Dalam hal korupsi, Indonesia merupakan kandang becek. Siapa pun yang masuk ke kandang itu pasti berlumuran lumpur. Inilah yang disebut dengan korupsi sistemik!

0 comments:

Post a Comment

Connect with Us!

Banner 300x250

Most Popular

Internet

Home Style

Fashion

Money

Azon Profit Master

Beauty

Sekolah Internet Indonesia

Computer

Life Style