Mengapa daya saing bangsa ini rendah? Salah satu jawabnya karena penduduk bekerja di Indonesia masih didominasi mereka yang berpendidikan rendah.
Dari jumlah penduduk bekerja sebesar 109,7 juta orang pada Agustus 2011, hampir separuh atau 54,2 juta orang hanya berpendidikan SD ke bawah. Tingkat sarjana hanya 5,6 juta orang atau kurang lebih sepersepuluh dari mereka yang berlatar pendidikan SD.
Menyedihkan, tetapi sekaligus menegaskan betapa buruk kualitas tenaga kerja di Indonesia. Tidak mengherankan indeks pembangunan manusia dari Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menempatkan Indonesia pada peringkat 124 dari 187 negara. Peringkat itu turun ketimbang tahun sebelumnya di 108 dari 169 negara gara-gara penduduk hanya bersekolah rata-rata 5,8 tahun.
Padahal, Indonesia tengah menyongsong dividen demografi. Indonesia berpeluang menikmati keuntungan ekonomi dari struktur umur penduduk pada 2020-2030. Pada era itu, jumlah kelompok usia produktif meningkat ketimbang mereka yang menjadi beban orang produktif.
Jumlah ketergantungan penduduk nonproduktif pada penduduk produktif bakal berada pada titik paling rendah pada periode itu. Dengan kondisi demikian, produktivitas masyarakat diharapkan akan tinggi sehingga mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Namun, peluang itu sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia (SDM) usia produktif. Kalau ternyata mayoritas SDM usia produktif hanya berijazah SD, bisa dipastikan peluang bakal hilang.
Untuk itu, pemerintah harus introspeksi. Kita sudah menetapkan wajib belajar sembilan tahun, berarti anak bangsa ini harus menikmati pendidikan hingga tingkat SLTP. Untuk mencapai target itu, anggaran pendidikan telah dialokasikan cukup besar, sekitar seperlima dari APBN.
Jadi, seharusnya tidak ada alasan masyarakat minim akses ke dunia pendidikan. Namun, kenapa masih ada cerita orangtua memutus pendidikan bagi anak mereka dengan alasan tidak mampu?
Penting untuk memastikan kembali anggaran pendidikan, yang pada 2012 melampaui Rp280 triliun, betul-betul mengucur ke bidang pendidikan dan pembangunan kualitas manusia. Bukan untuk kegiatan administratif, apalagi membeli mobil pejabat atau menaikkan gaji pegawai.
Patut dicamkan, pemerintah negara lain saat ini mati-matian membangun kualitas SDM mereka. Pemerintah Indonesia jangan cuma sibuk memoles citra. Dalam pertarungan menghadapi pasar bebas di era global, bangsa yang mutu SDM-nya ketinggalan bakal tergilas habis.
Pemerintah menghadapi sedikitnya dua perkara besar. Di satu pihak, mereka harus menurunkan jumlah pengangguran dan di lain pihak harus pula meningkatkan mutu penduduk umumnya, kualitas pekerja khususnya.
Hanya mutu SDM kompetitif yang dapat menghasilkan nilai tambah dan dengan demikian menghasilkan kesejahteraan lebih baik. Jika tidak, masyarakat bakal terperangkap pada fenomena bekerja tetapi tetap miskin.
0 comments:
Post a Comment