Mengembalikan Fungsi DPR yang Sebenarnya


Sebuah pengakuan mengejutkan keluar dari mulut Mochammad Jassin, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Jassin, banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengintervensi kasus yang sedang ditangani KPK.

Sebelumnya pengakuan serupa keluar dari mulut Yunus Hussein ketika sedang mengikuti seleksi pimpinan KPK. Ketua PPATK yang juga anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu mengatakan selama menjalankan tugasnya tidak pernah diintervensi Presiden sebagai atasannya. Namun dari DPR, katanya, sering sekali.

Sayang, baik Hussein maupun Jassin tidak menunjuk hidung siapa anggota DPR yang suka mengintervensi itu. Seperti diketahui, KPK ialah salah satu instansi yang menjadi mitra kerja Komisi III DPR.

Protes terhadap intervensi menguat lagi ketika sejumlah anggota Komisi III DPR memaksa masuk Rumah Tahanan Brimob di Kelapa Dua, Depok, untuk menjenguk Muhammad Nazaruddin yang ditahan KPK di sana. Mereka melabrak aturan jam kunjungan di rumah tahanan itu.

Intervensi menjadi substansi kelabu di mata penguasa di Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang secara hierarkis memegang komando terhadap kepolisian dan kejaksaan selalu mengharamkan intervensi. Namun dalam praktik, kepolisian dan kejaksaan seakan terjajah dalam penyelesaian kasus-kasus tertentu, terutama berkaitan dengan kekuasaan.

Sebaliknya, DPR yang tidak memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga-lembaga penegak hukum malah rajin mengintervensi. Pengawasan menjadi topeng untuk mengaburkan ruang dan waktu intervensi.

Manakah wilayah dan substansi pengawasan yang benar? Pertanyaan itu perlu diajukan karena banyak anggota DPR yang pura-pura tidak tahu.

Sebuah pengawasan harus memiliki batas ruang dan waktu. Pengawasan DPR terhadap mitra kerja harus dibatasi pada fungsi kelembagaan dan terbatas pada ruang rapat.

Jadi, yang disebut pengawasan DPR berlaku atas nama kunjungan kerja, rapat kerja yang semuanya formal. Karena itu, ketika seorang atau dua anggota DPR yang diam-diam menemui hakim, jaksa, polisi untuk membicarakan kasus, itu merupakan intervensi, bukan pengawasan.

DPR, memang, telah terlalu jauh keluar dari wewenang mereka. Fungsi pengawasan dikelabui menjadi intervensi. Fungsi anggaran dikelabui menjadi pengguna anggaran dan fungsi legislasi diperdagangkan.

Penyelewengan fungsi itulah yang menyebabkan banyak anggota dewan masuk bui karena sogok. Karena itu, sudah waktunya fungsi DPR dikembalikan kepada rel yang benar. Ingat pepatah lama power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.

0 comments:

Post a Comment

Connect with Us!

Banner 300x250

Most Popular

Internet

Home Style

Fashion

Money

Azon Profit Master

Beauty

Sekolah Internet Indonesia

Computer

Life Style