Drama panjang dengan lakon Muhammad Nazaruddin memasuki episode baru. Setelah perburuan selama 72 hari yang berakhir di Cartagena, Kolombia, dan dibawa kembali ke Tanah Air pekan lalu, kemarin Nazaruddin mulai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyangkut materi perkara.
Pemeriksaan awal itu mengejutkan. Mengejutkan karena Nazaruddin yang sebelumnya rajin menuding elite Partai Demokrat menerima aliran dana ilegal dari proyek-proyek yang dibiayai APBN, kali ini berbalik mengiba-iba kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Seusai diperiksa sekitar 3 jam di KPK, tersangka kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet Palembang itu meminta kepada Presiden Yudhoyono agar keluarganya tidak diganggu. Nazaruddin dengan enteng berjanji akan melupakan semua pernyataannya terdahulu dan tidak membicarakan apa-apa lagi asalkan istri dan anaknya tidak diganggu.
Pernyataan itu dipertegas dalam suratnya kepada Presiden Yudhoyono yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Dalam surat satu halaman itu Nazaruddin berjanji tidak akan menceritakan apa pun yang dapat merusak citra Partai Demokrat serta KPK demi kelangsungan bangsa ini.
Kejutan lain, Nazaruddin ingin pindah dari Rumah Tahanan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Mengapa? Apakah Rutan Brimob itu menyeramkan baginya? Bukankah tersangka Gayus Tambunan justru menikmati kelonggaran rutan yang biasa dijaga ketat polisi itu?
Dua malam di Rutan Brimob, Nazaruddin menolak makan dengan alasan takut diracun. Itukah yang membuatnya tidak ingin kembali ke Rutan Brimob?
Pertanyaan lain, di manakah Neneng Sri Wahyuni, istri Nazaruddin? Saat pesawat membawa Nazaruddin dari Bogota ke Jakarta, Polri yakin Neneng bersama dua sahabat Nazaruddin ada dalam pesawat yang sama.
Namun, tatkala pesawat carteran senilai Rp4 miliar itu mendarat di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Neneng ataupun dua sahabat Nazaruddin itu tidak tampak. Di manakah gerangan Neneng? Apakah Polri berbohong? Ataukah Neneng menjadi alat barter untuk sejumlah pengakuan Nazaruddin?
Janji lisan ataupun surat kepada Presiden Yudhoyono menunjukkan bahwa Nazaruddin tahu tentang banyak hal. Tinggal kejelian dan kecermatan KPK membuka semua selubung itu.
Meski Nazaruddin melakukan gerakan tutup mulut, ingatan publik belum pupus tentang nyanyian Nazaruddin. Dia menyebut sejumlah sejawatnya di Partai Demokrat menerima aliran dana dari proyek Wisma Atlet dan Hambalang, Bogor. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Mirwan Amir ialah nama-nama yang dituding Nazarudin kecipratan dana ilegal.
Semua itu telah tersimpan dalam memori publik sekalipun hukum kelak tidak pernah menyentuhnya.
Source: dari Berbagai Media
0 comments:
Post a Comment