KOMISI III DPR kembali mempertontonkan tabiat buruk. Tanpa secuil pun rasa malu, sebagian besar anggota komisi yang membidangi hukum itu mewacanakan penolakan delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah diajukan pemerintah. Mereka menghendaki pemerintah mengirimkan 10 nama calon.
Penolakan Komisi III DPR itu, langsung atau tidak langsung, berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah menetapkan masa jabatan Ketua KPK Busyro Muqoddas adalah empat tahun. Itu artinya, hanya empat pimpinan KPK yang mengakhiri masa tugas pada Desember. Itu pula sebabnya pemerintah hanya mengirim delapan calon pimpinan KPK untuk selanjutnya DPR memilih empat calon definitif.
Busyro terpilih menggantikan Antasari Azhar yang ketika itu masa jabatannya tinggal satu tahun. Sejumlah anggota Komisi III bersikeras bahwa masa jabatan Busyro pun hanya setahun. Namun, pada 20 Juni 2011, atas permohonan judicial review, Mahkamah Konstitusi memutuskan masa jabatan Busyro empat tahun.
Keputusan Mahkamah Konstitusi itu tidak menyenangkan anggota Komisi III DPR. Bahkan, kemudian muncul pendapat bahwa Busyro harus diikutsertakan lagi dalam fit and proper test bersama dengan calon pimpinan KPK yang baru.
Penolakan delapan calon pimpinan KPK itu semakin menunjukkan bahwa Komisi III DPR punya agenda terselubung untuk membonsai pimpinan KPK dengan keinginan memilih orang yang dapat dikendalikan dan dijinakkan.
Dalam proses pemilihan calon pimpinan KPK oleh DPR memang terbuka ruang transaksional yang dapat merusak independensi KPK. Itulah sebabnya, panitia seleksi yang beranggotakan kaum profesional membuat peringkat delapan calon pimpinan KPK.
Empat nama peringkat atas versi panitia seleksi ialah Bambang Widjojanto (advokat), Yunus Hussein (Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan), Abdullah Hehamahua (Penasihat KPK), dan Handoyo Sudrajat (Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan KPK). Sisanya adalah Abraham Samad (aktivis antikorupsi), Zulkarnain (mantan jaksa), Adnan Pandupraja (anggota Komisi Kepolisian Nasional), dan Aryanto Sutadi (purnawirawan polisi).
Komisi III DPR tidak perlu menambahkan pertimbangan politik atas calon pimpinan KPK yang sudah diajukan pemerintah berdasarkan hasil seleksi panitia yang profesional. Cukup memilih empat nama yang berada di peringkat atas. Itu saja kok repot.
Akan tetapi di era sekarang ini bukanlah wakil rakyat namanya kalau tidak mencari gara-gara. Karena itu sebaik apa pun yang diajukan pemerintah harus dibikin repot dengan segudang pretensi. Bukan watak yang mulia, namun itulah yang terus diperlihatkan kepada rakyat.[MI/W]
Penolakan Komisi III DPR itu, langsung atau tidak langsung, berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah menetapkan masa jabatan Ketua KPK Busyro Muqoddas adalah empat tahun. Itu artinya, hanya empat pimpinan KPK yang mengakhiri masa tugas pada Desember. Itu pula sebabnya pemerintah hanya mengirim delapan calon pimpinan KPK untuk selanjutnya DPR memilih empat calon definitif.
Busyro terpilih menggantikan Antasari Azhar yang ketika itu masa jabatannya tinggal satu tahun. Sejumlah anggota Komisi III bersikeras bahwa masa jabatan Busyro pun hanya setahun. Namun, pada 20 Juni 2011, atas permohonan judicial review, Mahkamah Konstitusi memutuskan masa jabatan Busyro empat tahun.
Keputusan Mahkamah Konstitusi itu tidak menyenangkan anggota Komisi III DPR. Bahkan, kemudian muncul pendapat bahwa Busyro harus diikutsertakan lagi dalam fit and proper test bersama dengan calon pimpinan KPK yang baru.
Penolakan delapan calon pimpinan KPK itu semakin menunjukkan bahwa Komisi III DPR punya agenda terselubung untuk membonsai pimpinan KPK dengan keinginan memilih orang yang dapat dikendalikan dan dijinakkan.
Dalam proses pemilihan calon pimpinan KPK oleh DPR memang terbuka ruang transaksional yang dapat merusak independensi KPK. Itulah sebabnya, panitia seleksi yang beranggotakan kaum profesional membuat peringkat delapan calon pimpinan KPK.
Empat nama peringkat atas versi panitia seleksi ialah Bambang Widjojanto (advokat), Yunus Hussein (Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan), Abdullah Hehamahua (Penasihat KPK), dan Handoyo Sudrajat (Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan KPK). Sisanya adalah Abraham Samad (aktivis antikorupsi), Zulkarnain (mantan jaksa), Adnan Pandupraja (anggota Komisi Kepolisian Nasional), dan Aryanto Sutadi (purnawirawan polisi).
Komisi III DPR tidak perlu menambahkan pertimbangan politik atas calon pimpinan KPK yang sudah diajukan pemerintah berdasarkan hasil seleksi panitia yang profesional. Cukup memilih empat nama yang berada di peringkat atas. Itu saja kok repot.
Akan tetapi di era sekarang ini bukanlah wakil rakyat namanya kalau tidak mencari gara-gara. Karena itu sebaik apa pun yang diajukan pemerintah harus dibikin repot dengan segudang pretensi. Bukan watak yang mulia, namun itulah yang terus diperlihatkan kepada rakyat.[MI/W]
0 comments:
Post a Comment