Sektor industri lama-lama seperti anak tiri di negeri ini. Pemerintah
membiarkan mereka terseok-seok sendiri menghadapi berbagai rupa hambatan
yang membelit.
Persoalan-persoalan lama seperti jalan yang kondisinya semakin rusak, pasokan gas yang buruk, listrik yang nyala dan mati, sampai biaya modal dari bank yang mahal merupakan impitan bagi industri.
Akan tetapi, alih-alih membantu kalangan industri untuk keluar dari permasalahan itu, pemerintah dengan kebijakan ekonomi yang cenderung liberal justru memberikan medan perang baru bagi kalangan industri.
Salah satu medan perang itu ialah perdagangan bebas. Akibatnya, ketika industri di dalam negeri tengah kembang kempis untuk berproduksi, mereka dihadapkan pada gempuran barang impor dengan harga lebih murah.
Bukan hanya itu, melalui berbagai regulasi dan deregulasi, pemerintah secara tidak langsung juga memberikan amunisi kepada asing. Mereka dibiarkan masuk dan menguasai sektor-sektor vital dan strategis, mulai minyak, gas bumi, perbankan, sampai sumber daya lain.
Hingga Maret 2011, asing telah menguasai 50,6% aset perbankan. Di sektor minyak dan gas, operator migas asing bahkan lebih dominan menguasai sampai sekitar 60%.
Karena itu, tak mengherankan kalau industri di dalam negeri semakin merana dan perlahan-lahan mati suri. Itu tampak dari angka pertumbuhan industri pada kurun waktu 2005-2010 yang mengalami deklanasi, dari 5,6% menjadi hanya 2,7%. Perlambatan juga terlihat di kuartal I tahun ini ketika industri pengolahan tumbuh minus 1,2% ketimbang kuartal sebelumnya.
Ironis karena itu berlangsung di saat kebangkitan ekonomi terjadi di Asia dan Indonesia pernah punya gelar sebagai salah satu macan perekonomian Asia.
Industri di Indonesia tentu belum kiamat. Kita bahkan bisa bangkit dan lebih berdaya jika saja seluruh potensi digunakan untuk menopang industrialisasi.
Apalagi kalau disertai kebijakan yang benar-benar berpihak pada penciptaan industri yang tangguh. Semua sumber daya ada di negara ini, termasuk juga pasar yang besar. Satu-satunya yang belum tampak ialah kemauan politik.
Kunci itu ada di tangan pemerintah. Tidaklah mungkin membiarkan kalangan industri sendirian melawan raksasa-raksasa ekonomi baru Asia. Ibarat David melawan Goliath, pertarungan tidak akan seimbang apabila dilawan dengan tangan kosong.
Pemerintah seharusnya memberikan amunisi bagi industri dalam negeri, bukan kepada asing. Kuasailah kembali apa yang menyangkut kepentingan nasional dan kebutuhan rakyat jauh ke depan.
Tidak perlu dengan proteksi yang membabi buta, tetapi harus dengan strategi yang visioner, yakni demi kemakmuran bangsa.
Persoalan-persoalan lama seperti jalan yang kondisinya semakin rusak, pasokan gas yang buruk, listrik yang nyala dan mati, sampai biaya modal dari bank yang mahal merupakan impitan bagi industri.
Akan tetapi, alih-alih membantu kalangan industri untuk keluar dari permasalahan itu, pemerintah dengan kebijakan ekonomi yang cenderung liberal justru memberikan medan perang baru bagi kalangan industri.
Salah satu medan perang itu ialah perdagangan bebas. Akibatnya, ketika industri di dalam negeri tengah kembang kempis untuk berproduksi, mereka dihadapkan pada gempuran barang impor dengan harga lebih murah.
Bukan hanya itu, melalui berbagai regulasi dan deregulasi, pemerintah secara tidak langsung juga memberikan amunisi kepada asing. Mereka dibiarkan masuk dan menguasai sektor-sektor vital dan strategis, mulai minyak, gas bumi, perbankan, sampai sumber daya lain.
Hingga Maret 2011, asing telah menguasai 50,6% aset perbankan. Di sektor minyak dan gas, operator migas asing bahkan lebih dominan menguasai sampai sekitar 60%.
Karena itu, tak mengherankan kalau industri di dalam negeri semakin merana dan perlahan-lahan mati suri. Itu tampak dari angka pertumbuhan industri pada kurun waktu 2005-2010 yang mengalami deklanasi, dari 5,6% menjadi hanya 2,7%. Perlambatan juga terlihat di kuartal I tahun ini ketika industri pengolahan tumbuh minus 1,2% ketimbang kuartal sebelumnya.
Ironis karena itu berlangsung di saat kebangkitan ekonomi terjadi di Asia dan Indonesia pernah punya gelar sebagai salah satu macan perekonomian Asia.
Industri di Indonesia tentu belum kiamat. Kita bahkan bisa bangkit dan lebih berdaya jika saja seluruh potensi digunakan untuk menopang industrialisasi.
Apalagi kalau disertai kebijakan yang benar-benar berpihak pada penciptaan industri yang tangguh. Semua sumber daya ada di negara ini, termasuk juga pasar yang besar. Satu-satunya yang belum tampak ialah kemauan politik.
Kunci itu ada di tangan pemerintah. Tidaklah mungkin membiarkan kalangan industri sendirian melawan raksasa-raksasa ekonomi baru Asia. Ibarat David melawan Goliath, pertarungan tidak akan seimbang apabila dilawan dengan tangan kosong.
Pemerintah seharusnya memberikan amunisi bagi industri dalam negeri, bukan kepada asing. Kuasailah kembali apa yang menyangkut kepentingan nasional dan kebutuhan rakyat jauh ke depan.
Tidak perlu dengan proteksi yang membabi buta, tetapi harus dengan strategi yang visioner, yakni demi kemakmuran bangsa.
1 comments:
cukup 2 kata : pemerintah bego !!!
Post a Comment