Kasus Muhammad Nazaruddin ternyata memperlihatkan magnitude yang luar biasa. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu bahkan boleh jadi merupakan koruptor terbesar dalam sejarah Republik Indonesia.
Selama ini, Nazaruddin disebut-sebut hanya terlibat dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet di Palembang dan beberapa kasus di Kementerian Pendidikan Nasional serta di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Nyatanya, Nazaruddin tersangkut di banyak perkara korupsi dengan jumlah uang yang digarong amat fantastis. Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dalam konferensi pers Minggu (14/8) dini hari, Nazaruddin diduga terlibat dalam puluhan kasus korupsi dengan nilai total Rp6 triliun.
Perinciannya kasus di dua kementerian yang masuk kategori penyidikan dengan nilai proyek mencapai Rp200 miliar, kasus di dua kementerian lain yang masih tahap penyelidikan dengan total nilai Rp2,6 triliun, dan 31 kasus di lima kementerian yang masih dalam tahap pengumpulan keterangan.
Pimpinan KPK langsung menggelar konferensi pers dan melakukan pemeriksaan awal terhadap Muhammad Nazaruddin. Kesungguhan para pemimpin KPK untuk menangani kasus megakorupsi itu amat terlihat dalam prosesi kedatangan Nazaruddin dari Bogota, Kolombia, ke Jakarta, Sabtu (13/8) malam.
Sejak tiba di Bandara Halim Perdanakusuma dan dibawa ke Mako Brimob hingga ke Kantor KPK, rombongan Nazaruddin mendapat pengawalan superketat. Nazaruddin bahkan harus mengenakan jaket antipeluru agar keselamatan jiwanya tetap terjaga.
Tidak hanya itu. Pimpinan KPK dalam konferensi pers juga memamerkan sejumlah barang bukti yang dapat disita tim penyidik dari Nazaruddin, antara lain telepon seluler, pengecas, flash disk, uang dolar, dan paspor, termasuk topi anyaman yang dipakai Nazaruddin ketika tampil di Skype.
Dari semua barang bukti kiranya flash disk yang paling penting karena dapat menyimpan berbagai barang bukti secara digital.
Celakanya, barang bukti yang paling penting itulah yang keasliannya justru diragukan. Flash disk yang dipamerkan KPK sebagai barang bukti bermerek Sony. Itu amat berbeda dengan flash disk yang ditampilkan Nazaruddin ketika di Skype, yakni bermerek Sandisk.
Lebih celaka lagi, tim penyidik KPK mengaku tidak tahu-menahu tentang keberadaan laptop, compact disc, dan flash disk merek Sandisk yang pernah dipakai Nazaruddin ketika muncul di Skype. Padahal, di flash disk dan compact disc itulah Nazaruddin mengklaim punya data seputar aliran dana dan rekaman pertemuannya dengan sejumlah orang yang dituding ikut terlibat.
Selama buron, Nazaruddin menyebut nama sejumlah elite partai berkuasa, termasuk Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, ikut menikmati uang haram yang diambil dari proyek APBN.
Begitu besarnya uang negara yang digarong dan begitu banyaknya kementerian yang dijarah menunjukkan Nazaruddin tidak bermain sendirian, tetapi sudah sistemis. Akan tetapi, adanya indikasi barang bukti yang asli lenyap mempertegas kecemasan publik bahwa memang ada upaya untuk hanya menjadikan Nazaruddin seorang sebagai tersangka.
Jadi, publik tidak perlu heran bila nantinya sejumlah nama dalam nyanyian Nazaruddin tak dapat disentuh hukum.
Selama ini, Nazaruddin disebut-sebut hanya terlibat dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet di Palembang dan beberapa kasus di Kementerian Pendidikan Nasional serta di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Nyatanya, Nazaruddin tersangkut di banyak perkara korupsi dengan jumlah uang yang digarong amat fantastis. Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dalam konferensi pers Minggu (14/8) dini hari, Nazaruddin diduga terlibat dalam puluhan kasus korupsi dengan nilai total Rp6 triliun.
Perinciannya kasus di dua kementerian yang masuk kategori penyidikan dengan nilai proyek mencapai Rp200 miliar, kasus di dua kementerian lain yang masih tahap penyelidikan dengan total nilai Rp2,6 triliun, dan 31 kasus di lima kementerian yang masih dalam tahap pengumpulan keterangan.
Pimpinan KPK langsung menggelar konferensi pers dan melakukan pemeriksaan awal terhadap Muhammad Nazaruddin. Kesungguhan para pemimpin KPK untuk menangani kasus megakorupsi itu amat terlihat dalam prosesi kedatangan Nazaruddin dari Bogota, Kolombia, ke Jakarta, Sabtu (13/8) malam.
Sejak tiba di Bandara Halim Perdanakusuma dan dibawa ke Mako Brimob hingga ke Kantor KPK, rombongan Nazaruddin mendapat pengawalan superketat. Nazaruddin bahkan harus mengenakan jaket antipeluru agar keselamatan jiwanya tetap terjaga.
Tidak hanya itu. Pimpinan KPK dalam konferensi pers juga memamerkan sejumlah barang bukti yang dapat disita tim penyidik dari Nazaruddin, antara lain telepon seluler, pengecas, flash disk, uang dolar, dan paspor, termasuk topi anyaman yang dipakai Nazaruddin ketika tampil di Skype.
Dari semua barang bukti kiranya flash disk yang paling penting karena dapat menyimpan berbagai barang bukti secara digital.
Celakanya, barang bukti yang paling penting itulah yang keasliannya justru diragukan. Flash disk yang dipamerkan KPK sebagai barang bukti bermerek Sony. Itu amat berbeda dengan flash disk yang ditampilkan Nazaruddin ketika di Skype, yakni bermerek Sandisk.
Lebih celaka lagi, tim penyidik KPK mengaku tidak tahu-menahu tentang keberadaan laptop, compact disc, dan flash disk merek Sandisk yang pernah dipakai Nazaruddin ketika muncul di Skype. Padahal, di flash disk dan compact disc itulah Nazaruddin mengklaim punya data seputar aliran dana dan rekaman pertemuannya dengan sejumlah orang yang dituding ikut terlibat.
Selama buron, Nazaruddin menyebut nama sejumlah elite partai berkuasa, termasuk Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, ikut menikmati uang haram yang diambil dari proyek APBN.
Begitu besarnya uang negara yang digarong dan begitu banyaknya kementerian yang dijarah menunjukkan Nazaruddin tidak bermain sendirian, tetapi sudah sistemis. Akan tetapi, adanya indikasi barang bukti yang asli lenyap mempertegas kecemasan publik bahwa memang ada upaya untuk hanya menjadikan Nazaruddin seorang sebagai tersangka.
Jadi, publik tidak perlu heran bila nantinya sejumlah nama dalam nyanyian Nazaruddin tak dapat disentuh hukum.
0 comments:
Post a Comment